Selasa, 06 November 2018

KULTUS DAN KEWAJIBAN BERPEGANG KEPADA DALIL



DALILNYA MANA?
Ummat Islam wajib memegang kepada dalil dalam beramal dan bersikap. Bahkan kita dilarang berbuat ketika tidak ada ilmu. Allah Ta’ala berfirman:
.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا [الإسراء/36]
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (QS. Al-israa’ [17] : 36)
.
Bahkan Allah memerintahkan untuk bertanya kepada ahli ilmu bila kita tidak mengetahui.
.
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ [النحل/43]
"Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui." (QS. An-nahl [16] : 43)
.
Yakni: orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang Nabi dan kitab-kitab. Dan kalau kita berselisih pun diperintahkan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
.
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا [النساء/59]
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisaa’ [4] : 59)
.
KULTUS
Kultus atau taat buta, misalnya ketika diperintahkan atasan dalam bekerja, ternyata perintah itu tidak bertentangan dengan Islam, maka kita tidak dapat disebut sebagai orang yang mengkultuskan perintah atasan ketika mengerjakan perintah itu. Sebutan mengkultuskan baru dapat dituduhkan apabila perintah atasan itu bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, namun kita pilih mengikuti perintah atasan daripada mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam hal ini ada penjelasan dalam Islam, di antaranya peristiwa berikut ini:
.
Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Adi bin Hatim Ath-Thai, “Bahwa ia (Adi bin Hatim) menghadap Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan di lehernya ada salib. Rasulullah membacakan surat At-Taubah ayat 31. Lalu Adi bin Hatim berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
.
مَا عَبَدُوهُمْ قَالَ : أَحَلُّوا لَهُمْ الْحَرَامَ فَأَطَاعُوهُمْ وَحَرَّمُوا عَلَيْهِمْ الْحَلَالَ فَأَطَاعُوهُمْ فَكَانَتْ تِلْكَ عِبَادَتَهُمْ إيَّاهُمْ.
"Mereka tidak pernah menyembah (pendeta)!". Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab: "Ya!. Jika (para pendeta) mengharamkan kepada mereka sesuatu yang halal dan menghalalkan sesuatu yang haram, mereka mengikuti (para pendeta itu) maka itulah cara menyembah pendeta mereka'." (Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah Dar As-Salam, 1994, 2/459) [1]
.
Itulah yang namanya kultus. Sudah jelas ajaran para rahib / pendeta itu bertentangan dengan perintah Allah Ta’ala, namun justru mereka mengikuti pendeta dan meninggalkan perintah dari Allah Ta’alaUmat Islam juga perlu hati-hati. Di kalangan Islam juga tidak sedikit guru-guru yang ajarannya bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahkan tidak sedikit yang jelas-jelas mengajarkan kesesatan, dan aneka macam yang dibuat-buat secara baru tanpa ada landasan dalilnya yang shahih.

(Cuplikan khutbah Jumat, 27/01/2012 oleh Hartono Ahmad Jaiz)

Senin, 05 November 2018

MERENUNGKAN ANTARA SEMPITNYA TAQLID DENGAN LUASNYA DUNIA MAYA


Addin Noor membagikan sebuah video ke grup facebook: MENITI JALAN SALAFUSH SHALIH 2.  Video tersebut merupakan ceramah al ustadz  Abu Yahya Badrusalam berjudul Haram Hukumnya mencari-cari Kesalahan dan Kejelakan Presiden”. (Ittiba’ Ahlus Sunnah)
.
Dalam tiga hari video telah tayang 1.960.229 kali tayangan dan mendapatkan tanggapan positif dan negatif yang beragam. Hal ini wajar sebab para penyimak berasal dari seluruh penjuru Indonesia, bahkan mungkin non Indonesia. Dan yang memposting komentar juga dari berbagai kalangan usia, pendidikan, latar belakang ilmu agama dan bermacam-macam sudut pandang. Yang pasti.., dunia maya adalah alam bebas yang bisa bernilai positif atau negatif.., sesuai porsi dan kepentingan masing-masing.
.
Pada 5 Agustus 2018, diantara 30 Komentar yang pro-kontra atas Haram hukumnya mencari-cari kesalahan & kejelekan pemimpin” tersebut terdapat rilis akun facebook Feby Jatmiko dengan judul “DA’I – DA’I SALAFI MENGHARAMKAN MEMBERONTAK KEPADA PENGUASA YANG TIDAK MENERAPKAN SYARIAT ISLAM DENGAN DALIH MEREKA MASIH SHOLAT”.
Setelah judul tersebut dia menulis: Maka ini jawabannya :
Pada suatu hari di saat Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah sedang mengobarkan semangat jihad penduduk Syam dalam menghadapi pasukan Mongol dari Yaman di bawah pimpinan Qadzan yg notabene nya mereka semua telah memeluk Islam.
Maka datanglah beberapa Ulama dari Yaman yg sengaja di kirim oleh Qadzan untuk menghujjah ibnu Taimiyyah. Berkatalah ulama2 ini:
“Wahai Syaikh yg alim, kenapa engkau mengobarkan semangat rakyat untuk memerangi saudara mereka? Bukankah Mongol sudah memeluk islam? Dan kenapa pula engkau menyuruh umat islam memberontak pada pemimpin mereka, bukankah itu ciri ciri khawarij yg memberontak pada Ali? Sebenarnya anda ini ulama terdepan dari mazhab Hanbali. Tapi kenapa pula engkau menyelisi Imam Ahmad, bukankah Imam Ahmad telah melarang rakyat Irak (dahulu) memberontak pada Al Makmun waktu itu?”
Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah menjawab: “Katakan padaku, adakah Al Makmun menetapkan suatu hukum di luar konteks Kitabullah dan Sunnah?”
Ulama – ulama Yaman menjawab: “Demi Allah, Tidak”
Syaikhul Islam bertanya lagi: “Adakah Al Makmun membuat suatu kitab tentang hukum hukum dasar negara dan kehidupan kaum muslimin selain dari apa yg telah ia dapatkan dari kitabullah dan Sunnah..?”
Ulama Yaman menjawab; “Demi Allah, tidak”
Kemudian Beliau bertanya kembali:  “Bila kalian mengakui bahwa Al Makmun tidak pernah membuat suatu hukum yg menyelisihi Al Quran dan Assunnah? Terus kenapa kalian menyamakan Al Makmun yg senantiasa menjaga dan memelihara syariat Allah dan Sunnah Rasulullah dengan seorang Qadzan, raja Mongol yg jelas sudah keterangan dan bukti2 pada kalian bahwa ia telah memperlakukan suatu hukum di luar hukum agama ini yg telah tersusun dlm satu kitab bernama ‘Ilyasiq’..?”
Beliau kemudian melanjutkan:  “Ketahuilah bahwa Imam Ahmad (dahulu) melarang rakyat Irak memberontak pada Al Makmun karena Al Makmun adalah Khalifah yg sah di tunjuk sepeninggal ayahnya Harun, dan ia tidak pernah membuat suatu kerusakan melainkan ia hanya tersesat dan terpelintir dalam akidah Muktazilah yg dengan nya menganggap Al Quran itu sebagai Makhluk, sedang ia sendiri sangat menjunjung tinggi apa yg ada dalam kitabullah dan sunnah tanpa ia merobah satupun yg ada di dalamnya melainkan ia selalu menerapkannya dalam kehidupan rakyatnya. Sedangkan sekarang, kerusakan telah meraja lela di muka bumi akibat ulah dari bangsa Mongol yg bengis dan jahil serta mereka berani menetapkan suatu kebijakan (undang – undang hukum buatan) yg mereka paksakan pada kita. Padahal kebijakan yg telah mereka buat sangat jelas menyelisihi apa yg ada dalam kitabullah dan sunnah.
Apa yg menghalangi mereka untuk menerapkan hukum Allah sedang mereka adalah muslim..? Demi Allah tidak lain melainkan mereka sudah di kuasai oleh Iblis si pendurhaka pada Adam untuk menjauhkan dan menyesatkan kita dari agama Allah yg lurus. Karena itulah kita harus melawan kemungkaran ini supaya kemurkaan Allah tidak menimpa kita karena sikap diam kita..”
Setelah mendengar penjelasan Ibnu Taimiyyah, maka Ulama ulama Yaman pun membenarkannya dan mereka pun menetap di Syam tanpa kembali lagi ke Yaman. Bersama sama mereka mengobarkan semangat perang penduduk Syam melawan tentara Mongol hingga akhir nya Allah pun memberi pertolongan pada penduduk Syam dengan kemenangan.
Wallahu’alam bis shawwab..
“Bidayah wa nihayah”

Minggu, 04 November 2018

TAAT KEPADA PEMIMPIN


KONSEP ISLAM
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً (59)
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.
.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Hajaj ibnu Muhammad Al-A’war, dari Ibnu Juraij, dari Ya’la ibnu Muslim, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kalian. (An-Nisa: 59) Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Huzafah ibnu Qais ibnu Addi ketika ia diutus oleh Rasulullah Saw. untuk memimpin suatu pasukan khusus.
.
Ayat ini menjadi dalil bagi kewajiban untuk mengangkat ulil amri atau pemimpin yang berwenang mengatur urusan kaum Muslim. Ayat ini juga memberikan penjelasan mengenai pilar-pilar pemerintahan Islam. Berkenaan dengan masalah kedaulatan, ayat ini memberikan konsep amat jelas bahwa kedaulatan dalam pemerintahan Islam (Khilafah) ada di tangan syariah. Di antara beberapa buktinya adalah:
.
Pertama, perintah untuk taat kepada Allah dan Rasulullah, yakni tunduk dan patuh pada segala ketentuan dalam al-Quran dan as-Sunnah. Ketetapan ini meniscayakan, semua hukum dan undang-undang yang diberlakukan wajib bersumber dari keduanya. Memang benar, selain diperintahkan taat kepada Allah dan Rasul-Nya, kaum Muslim juga diperintahkan taat kepada uli al-amri. Namun ketaatan itu bukan tanpa batasan sama sekali. Kewajiban taat itu berlaku jika perkara yang diperintahkan ulil amri bersesuaian dengan hukum syariah. Jika perkara yang diperintahkan menabrak syariah, kaum Muslim tidak boleh taat.
.
Lebih dari itu, ulil amri juga menjadi pihak yang wajib tunduk pada syariah. Sebab, mereka termasuk yang diseru ayat ini. Ungkapan minkum pada kata wa ulî al-amri minkum menunjukkan bahwa mereka juga termasuk dalam bagian al-ladzîna âmanû. Karena itu, mereka pun wajib menaati Allah. Bahkan kedudukan mereka sebagai ulil amri adalah dalam rangka menjalankan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
.
Kedua, ayat ini menetapkan setiap perselisihan yang terjadi wajib dikembalikan pada syariah. Firman Allah Sub-hanahu wa Ta’ala : Fa in tanâza’tum fî syay’[in] faruddûhu ila Allâh wa ar-Rasûl, jelas menunjukkan makna demikian.
.
Bertolak dari dua bukti di atas jelaslah bahwa kedaulatan dalam pemeritahan Islam ada di tangan syariah.
.
KONTRA DEMOKRASI
Kenyataan ini tentu bertolak belakang dengan konsep demokrasi. Dalam demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat. Sebagai pemilik kedaulatan, semua kehendak rakyat harus dipatuhi. Konsekuensinya, rakyatlah yang memiliki hak menentukan perjalanan hidup masyarakat. Rakyat pula yang menentukan sistem, hukum, dan konstitusi yang cocok bagi mereka, tidak peduli apakah undang-undang itu sejalan dengan syariah atau berlawanan dengannya. Sebagaimana rakyat berhak membuat dan menetapkan sebuah undang-undang, rakyat juga berhak membatalkan, mengganti atau mengubah undang-undang tersebut. Singkatnya, apa pun yang menjadi kehendak rakyat harus terjadi.

TIDAK ADA TAAT MUTLAK

 

TIDAK ADA TAAT MUTLAK KEPADA SELAIN ALLAH …..
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur`ân) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya. [an-Nisâ`/4:59]

Sisi pengambilan dalil ayat ini yaitu Allah Azza wa Jalla memerintahkan para hamba-Nya agar mengembalikan urusan yang mereka perselisihkan ke al-Qur`ân dan Sunnah. Kalau begitu, mengembalikan perselisihan kepada selain al-Qur`ân dan Sunnah hukumnya haram. Dan orang yang bertaqlîd kepada seseorang setelah mengetahui dalil yang menyelisihi pendapatnya, maka dia telah mengembalikan perselisihan kepada selain al-Qur`ân dan Sunnah, sehingga hukumnya haram. [At-Taqlîd, 1/16]




HADITS TENTANG FITNAH ULAMA DAN PENGUASA



Rasulullah mewanti-wanti umatnya akan hal ini, sebgaimana disebutkan pada hadit dan atsar berikut ini,
وأخرج أحمد   في مسنده، والبيهقي بسند صحيح، عن أبي هريرة رضي الله عنه، قال: قال رسول الله صلى الله  عليه وسلم: « من بدا جفا، ومن اتبع الصيد غفل، ومن أتى أبواب السلطان افتتن، وما ازداد أحد من السلطان قرباً، إلا ازداد من الله بعداً
Dari Abi Hurairah radiallahu anhu, Rasulullah bersabda, “Siapa tinggal di pedalaman maka perangainya keras, dan siapa sibuk dengan berburu maka akan lalai, serta siapa yang mendatangi pintu-pintu penguasa terkena fitnah, tidak seseorang semakin dekat dengan penguasa maka akan bertambah jauh dari Allah.” (HR. Ahmad dan Baihaqi dengan sanad shahih)
وأخرج ابن ماجه، عن أبي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه  وسلم: « إن أبغض القراء إلى الله تعالى الذين يزورون الأمراء
Dari Abi Hurairah radiallahu anhu, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya qurra yang paling dibenci Allah ialah yang mendatangi penguasa.” (HR. Ibnu Majah)
وأخرج الطبراني في « الأوسط » بسند رواته ثقات، عن ثوبان رضي الله عنه مولى رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: يا رسول الله من أهل البيت أنا؟ فسكت، ثم قال في الثالثة: « نعم ما لم تقم على باب سدة، أو تأتي أميراً فتسأله  قال الحافظ المنذري في « الترغيب والترهيب » المراد بالسدة هنا، باب السلطان ونحوه.
Dari Tsauban radiallahu anhu berkata,” Ya Rasulullah, apakah saya termasuk ahli bait,?” Rasulullah pun diam, sampai pada ketiga kali,beliau menjawab, “ya selama engkau tidak berdiri pada pintu penguasa, atau mendatangi penguasa dan meminta padanya.” (HR. Thabrani dalam Al Ausath)
وأخرج الترمذي وصححه، والنسائي، والحاكم وصححه، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «سيكون بعدي أمراء، فمن دخل عليهم فصدقهم بكذبهم، وأعانهم على ظلمهم، فليس مني، ولست منه، وليس بوارد علي الحوض، ومن لم يدخل عليهم، ولم يعنهم على ظلمهم، ولم يصدقهم بكذبهم، فهو مني، وأنا منه، وهو وارد علي الحوض
Akan ada sepeninggalanku para penguasa, maka siapa yang mendatanginya dan membenarkan kebohongannya, menolong atas kedhalimannya, buka golonganku, serta aku bukan golongan dia, dan tidak akan memasuki haudh, dan siapa saja yang tidak mendatanginya,tidak menolongnya atas kedahlimannya, tidak membenarkan kebohongannya, termasuk golonganku dan akan memasuki haudh. (HR. Tirmidzi, Nasa’i dan Al-Hakim)
وأخرج الديلمي، عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يكون في آخر الزمان علماء يرغبون الناس في الآخرة ولا يرغبون، ويزهدون الناس في الدنيا ولا يزهدون، وينهون عن غشيان الأمراء ولا ينتهون
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda, “Akan ada pada akhir zaman ulama’ menyeru manusia untuk cinta akhirat sedangkan ia sendiri tidak mencintainya, menyeru manusia zuhud pada dunia, ia sendiri tidak berlaku zuhud.” (HR.Dailami)
وأخرج الديلمي عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إن الله يحب الأمراء إذا خالطوا العلماء، ويمقت العلماء إذا خالطوا الأمراء، لأن العلماء إذا خالطوا الأمراء رغبوا في الدنيا، والأمراء إذا خالطوا العلماء رغبوا في الآخرة
Dari Umar bin Khattab, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Alah mencintai penguasa yang berinteraksi dengan ulama’. Dan membenci ulama’ yang mendekati penguasa, karena ulama’ ketika dekat dengan penguasa yang diinginkan dunia, namun jika penguasa mendekati ulama inginkan akhiratnya.” (HR. Dailami)
ذهب جمهور العلماء من السلف، وصلحاء الخلف إلى أن هذه الأحاديث والآثار جارية على إطلاقها سواء دعوه إلى المجيء إليهم أم لا، وسواء دعوه لمصلحة دينية أم لغيرها. قال سفيان الثوري: « إن دعوك لتقرأ عليهم: قل هو الله أحد، فلا تأتهم » رواه البيهقي
Mayoritas ulama salaf dan orang shalih dari kalangan khalaf berpendapat bahwa hadits-hadits dan atsar diatas berlaku secara muthlaq, baik ia diundang untuk mendatanginya atau tidak, baik ia diaundang untuk kemaslahatan dunia atau selain itu. Sufyan Ats-Tsauri berkata, “ jikalau penguasa mengundangmu untuk mengajari mereka qul huwa llahu ahad, maka jangan engkau datangi.” (HR. Baihaqy)
قال البخاري في تاريخه: « سمعت آدم بن أبي إياس يقول: شهدت حماد بن سلمة ودعاه السلطان فقال: اذهب إلى هؤلاء! لا والله لا فعلت »
Imam bukhari menyebutkan dalam kitab tariknya, “aku mendengar Adam bin Abi Iyas berkata,” “aku menyaksikan hamad bin Masalamah, ketika itu ia diundang penguasa,”datangilah mereka,” beliau menjawab,” Demi Allah, aku tidak akan melakukannya.”
وروى غنجار في تاريخه عن ابن منير: أن سلطان بخاري، بعث إلى محمد بن إسماعيل البخاري يقول: احمل إليّ كتاب « الجامع » و « التاريخ » لأسمع منك. فقال البخاري لرسوله: « قل له أنا لا أذل العلم، ولا آتي أبواب السلاطين فإن كانت لك حاجة إلى شيء منه، فلتحضرني في مسجدي أو في داري
Di riwayatakan dari Ginjar di kitab tarikhnya, dari Ibnu Munir, “Penguasa Bukhara mengutus seseorang untuk mendatangi Imam Bukhari, seraya berkata, "Bawakan kepadaku kitab Al Jami (Shahih Bukhari) dan kitab Tarikh supaya aku dapat mendengar darimu!", Imam Bukhari menjawab, “Katakan padanya, aku tidak akan menghinakan ilmu, dan aku tidak akan mendatangi pintu-pintu penguasa, jika ia butuh sesuatu dari kitab tersebut, suruh ia mendatangi masjid atau rumahku.”
وقال ابن باكويه الشيرازي في « أخبار الصوفية»: « حدثنا سلامة بن أحمد التكريني أنبأنا يعقوب ابن اسحاق، نبأنا عبيد الله بن محمد القرشي، قال: كنا مع سفيان الثوري بمكة، فجاءه كتاب من عياله من الكوفة: بلغت بنا الحاجة أنا نقلي النوى فنأكله فبكى سفيان. فقال له بعض أصحابه: يا أبا عبد الله! لو مررت إلى السلطان، صرت إلى ما تريد! فقال سفيان: « والله لا أسأل الدنيا من يملكها، فكيف أسألها من لا يملكها
Telah bercerita Ibnu Bakawaih Asy-Syairazi dalam Akhbar Shufiyah, “ telah berkata kami Salamah bin Ahmad at-Tukrini, mengabarkan pada kami Ya’qub bin Ishaq , mengabarkan pada kami Ubaidillah bin Muhammad A-Qurasyi, ia berkata,” kami bersama Sufyan Ats-Tsauri di Makkah, tiba-tiba datang surat dari keluarganya di Kufah, yang berisi, “ kami ditimpa kesusahan ekonomi sampai kami menggoreng kulit biji-bijian kemudian memakannya, “ maka Sufyan menangis setelah membacanya, lalu sebagian sahabatnya memberi saran kepadanya, “ Wahai Abu Abdillah! Kalau seandainya engkau mau mendatangi  penguasa, pastinya dapatkan apa yang engkau inginkan,” Imam Sufyan At-Tsauri menimpali, “Demi Allah, aku tidak meminta dunia kepada yang memilikinya (Allah), maka bagaimana mungkin aku memintanya pada yang tidak memilikinya.”
وقال محمد ابن مسلمة:  الذباب على العذرة، أحسن من قارئ على باب هؤلاء
Muhammad bin Maslamah berkata, “lalat di atas kotoran lebih baik dari ulama yang berada di pintu penguasa.”
Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menulis satu bab tetang berinteraksi dengan penguasa, dan hukum mendekati mereka, beliau rahimahullah berkata, “ ketahuilah bahwa interaksimu terhadap penguasa dan pejabat yang dhalim, ada tiga keadaan,
keadaan pertama, adalah yang paling buruk yaitu memasuki pintu-pintu penguasa.
Yang kedua, yang bahayanya lebih sedikit, yaitu ia berusaha mendekatimu.
Yang ketiga, yang paling selamat, engkau menjauhi mereka, engkau tidak melihatnya, begitupula sebaliknya.
Adapun yang pertama, maka sangat tercela dalam syariat, dengan adanya beberapa ancaman dan peringatan sebagaimana disebutkan dalam hadits dan atsar diatas, berkata Sufyan Ats-Tsauri, “di neraka ada suatu lembah yang tidak dihuni kecuali oleh para ulama yang mendekati pintu-pintu raja.” (kl/pm)



https://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/waspadalah-dengan-ulama-yang-dekat-dengan-penguasa.htm?fbclid=IwAR0wsYnvTmUd1nlstugWWNrZGDUaW1RXn5kSk5hfj81aB-2slsxvdTVJXbI#.W95_dBEzbIW

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR ADALAH POROS ISLAM



Pagi ini Sabtu 3 November 2018, INDOSIAR menayangkan Prof. Quraisy Shihab yang menyatakan: POROS ISLAM adalah Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar. Dengan begitu ummat Islam senantiasa dinamis dalam dua hal tersebut. Aktif setiap hari melakukan dua hal : Amar Ma’ruf dan atau Nahi Munkar.
.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Surat Ali ‘Imran 110)
.
Dalam ayat lain Allah berfirman: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ ۖ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Surat Al-Ma’idah 105)

.

عَنْ اَبِى اُمَيَّةَ الشَّعْبَانِيّ، قَالَ: سَأَلْتُ اَبَا ثَعْلَبَةَ اْلخُشَنِيَّ فَقُلْتُ: يَا اَبَا ثَعْلَبَةَ، كَيْفَ تَقُوْلُ فِى هذِهِ اْلايَةِ عَلَيْكُمْ اَنْفُسَكُمْ. قَالَ: اَمَا وَ اللهِ لَقَدْ سَأَلْتَ عَنْهَا خَبِيْرًا سَأَلْتُ عَنْهَا رَسُوْلَ اللهِ ص فَقَالَ: بَلْ اِئْتَمِرُوْا بِاْلمَعْرُوْفِ وَ تَنَاهَوْا عَنِ اْلمُنْكَرِ حَتَّى اِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَ هَوًى مُتَّبَعًا وَ دُنْيَا مُؤْثَرَةً فَاِعْجَابَ كُلّ ذِى رَأْيٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ يَعْنِى بِنَفْسِكَ وَ دَعْ عَنْكَ اْلعَوَامَّ، فَاِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ اَيَّامَ الصَّبْرِ. الصَّبْرُ فِيْهِ مِثْلُ قَبْضٍ عَلَى اْلجَمْرِ، لِلْعَامِلِ فِيْهِمْ مِثْلُ اَجْرِ خَمْسِيْنَ رَجُلاً يَعْمَلُوْنَ مِثْلَ عَمَلِهِ. وَ زَادَانِى غَيْرُهُ. يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَجْرُ خَمْسِيْنَ مِنْهُمْ؟ قَالَ: اَجْرُ خَمْسِيْنَ مِنْكُمْ. ابو داود

Dari Abu Umayyah Asy-Syabaniy, ia berkata: Saya pernah bertanya kepada Abu Tsalabah, aku bertanya, Hai Abu Tsalabah, bagaimana pendapatmu tentang ayat alaikum anfusakum ?  Al-Maaidah : 105. Ia berkata, Demi Allah, sungguh kamu menanyakan sesuatu yang aku pernah menanyakannya kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda, Tetapi hendaklah kalian amar maruf dan nahi munkar, sehingga apabila kamu melihat kebakhilan dithaati, hawa nafsu diikuti, keduniaan telah mewarnai, dan orang bangga dengan pendapatnya, maka wajib atasmu (menjaga dirimu), tinggalkanlah keumuman orang, karena akan datang di belakang kalian hari-hari keshabaran. Shabar pada waktu itu seperti orang yang menggenggam bara api. Bagi orang yang melakukan (amar maruf nahi munkar) di tengah-tengah mereka pada hari itu akan mendapat pahala lima puluh orang yang beramal seperti dia. Perawi berkata: Dan menambahkan kepadaku selain dia, ia berkata, Ya Rasulullah, apakah pahala lima puluh orang dari mereka?. Beliau menjawab, Pahala lima puluh orang dari kalian. [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 123]
.
Maka muslim senantiasa menjaga diri-diri mereka dengan perbuatan amar ma’ruf dan atau nahi munkar.
.
Abu Bakar radhiallahu anhu berdiri di hadapan khayalak, setelah memuji Allah ia pun menyeru orang-orang di hadapannya: “Wahai manusia sekalian, sesungguhnya kalian telah membaca ‘Ya ayyuhalladzina amanu… alaikum anfusakum…’. Dan kalian meletakan ayat itu bukan pada pemahaman yang tepat. Maka, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sungguh, jika ada orang yang melihat sebuah kemungkaran dan ia tidak mencegahnya, hampir saja Allah akan menimpakan hukuman itu kepada orang-orang yang di sekelilingnya’.”
.
Semakin tinggi kekuasaan seorang muslim untuk amar ma’ruf nahi munkar maka semakin mulia kedudukannya sebagai umat pilihan. Semakin sering beramar ma’ruf semakin tinggai derajatnya.

إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرُ النَّاسِ أَقْرَؤُهُمْ وَأَتْقَاهُمْ وَآمَرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَأَنْهَاهُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ 

Seorang laki-laki menghadap Rasul Shallallahu alaihi wa sallam tatkala berada di atas mimbar. Orang itu bertanya: “Wahai Rasul manusia seperti apakah yang terbaik itu?” Rasul bersabda: “Manusia terbaik adalah yang paling baik dalam membaca al-Qur`an, yang paling taqwa, paling bagus amar ma’ruf, paling banyak nahy munkar, dan baik dalam menjalin silaturahimnya. (Hr. Ahmad). Dan dalam riwayat lain ada tambahan أفْقهُهُم فِي دين الله paling faham dalam agama Allah.
.
Rasul bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ  

…. Barangsiapa yang melihat kemunkaran hendaklah mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu maka hendaklah dengan lisannya. Jika tidak mampu hendaklah dengan hatinya. Namun yang terakhir ini adalah orang yang paling lemah imannya. (HR Muslim, Abu Daud, dan al-Tirmidzi). 

  1. https://mta.or.id/islam-menjadi-asing-kembali/
  2. http://aminrois.blogspot.com/2016/05/alaikum-anfusakum-dalil-untuk-careless.html 
  3. http://saifuddinasm.com/2013/05/01/ali-imran110-umat-terpilih/

DOA NABI YANG TIDAK DIKABULKAN


alloh-300x197.jpgAllah Maha Kuasa, Maha Perkasa, Maha Bijaksana dan Maha Berkehendak. Dialah yang menentukan segala-galanya. Dan inilah kebenaran itu.
Secara umum seluruh doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan pengecualian ada doa yang tidak dikabulkan:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سَأَلْتُ رَبِّى ثَلاَثًا فَأَعْطَانِى ثِنْتَيْنِ وَمَنَعَنِى وَاحِدَةً سَأَلْتُ رَبِّى أَنْ لاَ يُهْلِكَ أُمَّتِى بِالسَّنَةِ فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَنْ لاَ يُهْلِكَ أُمَّتِى بِالْغَرَقِ فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَنْ لاَ يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ فَمَنَعَنِيهَا
Aku memohon kepada Allah 3 hal, Dia mengabulkan 2 doa dan menolak satu doa. Aku memohon kepada Rabb-ku agar umatku tidak dibinasakan karena kelaparan dan Dia kabulkan doaku. Aku memohon agar umatku tidak dibinasakan dengan cara ditenggelamkan dan Dia kabulkan doaku.  Dan aku memohon agar tidak ada permusuhan diantara umatku namun Dia menolaknya. (HR. Ahmad 1596 & Muslim 7442).

Dalam teks lainnya:
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَلاَةً فَأَطَالَهَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّيْتَ صَلاَةً لَمْ تَكُنْ تُصَلِّيهَا قَالَ أَجَلْ إِنَّهَا صَلاَةُ رَغْبَةٍ وَرَهْبَةٍ إِنِّى سَأَلْتُ اللَّهَ فِيهَا ثَلاَثًا فَأَعْطَانِى اثْنَتَيْنِ وَمَنَعَنِى وَاحِدَةً سَأَلْتُهُ أَنْ لاَ يُهْلِكَ أُمَّتِى بِسَنَةٍ فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَنْ لاَ يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَنْ لاَ يُذِيقَ بَعْضَهُمْ بَأْسَ بَعْضٍ فَمَنَعَنِيهَا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat yang amat panjang. Melihat hal tersebut para sahabat bertanya, “Tidak biasanya Anda melakukan shalat seperti itu.” Beliau menjawab, “Ya, benar. Shalatku itu adalah shalat raghbah (penuh harap) dan rahbah (takut kepadaNya). Dalam shalatku aku memohon kepada Allah tiga hal, Dia mengabulkan dua sedangkan satunya lagi tidak dikabulkan. Aku memohon agar umatku tidak binasa oleh bencana kelaparan maka Dia mengabulkan permohonan ini. Aku memohon agar umatku tidak dikuasai oleh musuh dari luar mereka maka Dia pun mengabulkannya. Namun ketika aku memohon agar umatku tidak merasakan kekejaman di antara sesamanya, Dia tidak mengabulkannya.” (HR. Tirmidzi; shahih)

Dari ‘Auf bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِيْ الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِيْ النَّارِ، قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ: الْجَمَاعَةُ.
Dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, satu (golongan) masuk Surga dan yang 70 di Neraka. Dan Nasrani terpecah menjadi 72 golongan, yang 71 di Neraka dan yang satu di Surga. Dan demi Yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, ummatku benar-benar akan terpecah menjadi 73 golongan, satu golongan di Surga, dan yang 72 golongan di Neraka,’ Ditanyakan kepada beliau, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang masuk Surga itu) wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Al-Jama’ah.’ (HR Ibnu Majah, Sunan-nya Kitabul Fitan bab Iftiraaqil Umam no. 3992; Ibnu Abi ‘Ashim, dalam as-Sunnah I/32 no. 63;  Al-Lalikaa-i, dalam Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunah wal Jama’ah I/113 no. 149).