Jumat, 16 Oktober 2020

HARAMNYA MUSIK KARENA FAKTOR "WAW" YAKNI SISIPAN UNSUR MAKSIAT SEPERTI KHAMR, JUDI DAN ZINA

HARAMNYA MUSIK KARENA "WAW"

.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ غَنْمٍ اْلاَشْعَرِيّ قَالَ: حَدَّثَنِي اَبُوْ عَامِرٍ اَوْ اَبُوْ مَالِكٍ اْلاَشْعَرِيُّ وَ اللهِ مَا كَذَبَنِى سَمِعَ النَّبِيَّ ص يَقُوْلُ: لَيَكُوْنَنَّ مِنْ اُمَّتِى اَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ اْلحِرَّ وَ اْلحَرِيْرَ وَ اْلخَمْرَ وَ الْمَعَازِفَ وَ لَيَنْزِلَنَّ اَقْوَامٌ اِلىَ جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوْحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ يَأْتِيْهِمْ لِحَاجَةٍ فَيَقُوْلُوْا اِرْجِعْ اِلَيْنَا غَدًا فَيُبَيّتُهُمُ اللهُ وَ يَضَعُ اْلعَلَمَ وَ يَمْسَخُ آخَرِيْنَ قِرَدَةً وَ خَنَازِيْرَ اِلىَ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ. البخاري 6: 243

Dari ‘Abdur Rahman bin Ghanmin Al-Asy’ariy, ia berkata : Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ariy menceritakan kepadaku, demi Allah dia tidak berbohong kepadaku, bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu Alaihi Wassallam bersabda, “Sungguh akan ada di kalangan ummatku kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan musik, dan beberapa kaum akan mendatangi tempat yang terletak di dekat gunung tinggi, mereka datang dengan berjalan kaki untuk suatu keperluan. Lantas mereka (yang didatangi) berkata, “Kembalilah kepada kami besok pagi”. Pada malam harinya Allah menimpakan gunung tersebut kepada mereka, dan (Allah) merubah yang lainnya menjadi kera dan babi hingga hari qiyamat”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 243]
.
Inilah problematik "waw" yaitu "dan"... : "...menghalalkan zina, sutera, khamr, dan musik...,". Kenapa begitu? Karena jikalau musik itu tanpa "waw" yakni maksiat : zina, sutera, khamr, maka nabi Shallallahu Alaihi Wassallam justru mencarinya. Ini buktinya:
.
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّهَا زَفَّتِ امْرَأَةً اِلىَ رَجُلٍ مِنَ اْلاَنْصَارِ فَقَالَ نَبِيُّ اللهِ ص: يَا عَائِشَةُ، مَا كَانَ مَعَكُمْ لَهْوٌ فَاِنَّ اْلاَنْصَارَ يُعْجِبُهُمُ اللَّهْوُ. البخارى 6: 140

Dari ‘Aisyah bahwasanya ia mengantar (mengiring) pengantin perempuan kepada pengantin laki-laki dari kaum Anshar, lalu Nabiyyullah Shallallahu Alaihi Wassallam bersabda, “Hai ‘Aisyah, apakah tidak ada hiburan pada kalian, karena sesungguhnya orang-orang Anshar itu suka hiburan”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 140]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: اَنْكَحَتْ عَائِشَةُ ذَاتَ قَرَابَةٍ لَهَا مِنَ اْلاَنْصَارِ فَجَاءَ رَسُوْلُ اللهِ ص فَقَالَ: اَهْدَيْتُمُ اْلفَتَاةَ؟ قَالُوْا: نَعَمْ. قَالَ: اَرْسَلْتُمْ مَعَهَا مَنْ يُغَنّى؟ قَالَتْ: لاَ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنَّ اْلاَنْصَارَ قَوْمٌ فِيْهِمْ غَزَلٌ. فَلَوْ بَعَثْتُمْ مَعَهَا مَنْ يَقُوْلُ: اَتَيْنَاكُمْ اَتَيْنَاكُمْ فَحَيَّانَا وَحَيَّاكُمْ. ابن ماجه 1: 612، رقم: 1898

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Dahulu ‘Aisyah pernah menikahkan kerabatnya dari kaum Anshar, lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassallam datang dan bersabda, “Apakah kalian mengantarkan wanita (pengantin perempuan) ?”. Mereka menjawab, “Ya”. Beliau Shallallahu Alaihi Wassallam bertanya, “Apakah kalian mengantarkannya disertai dengan orang yang akan menyanyi?”. ‘Aisyah menjawab, “Tidak”. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassallam bersabda, “Sesungguhnya kaum Anshar itu adalah kaum yang suka hiburan. Alangkah baiknya kalau kalian mengantar dengan disertai orang yang menyanyikan, “Kami datang kepada kalian, kami datang kepada kalian, penghormatan kepada kami dan penghormatan kepada kalian”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 612, no. 1898]
.
Jadi haramnya musik dan nyanyi disebabkan adanya unsur maksiat yang mengikutinya yaitu huruf "WAW", yakni "musik dan biduanita", musik dan hamr" dll.
.

عَنْ اَبِى مَالِكِ اْلاَشْعَرِيّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ مِنْ اُمَّتِى اْلخَمْرَ يُسَمُّوْنَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا يُعْزَفُ عَلَى رُءُوْسِهِمْ بِالْمَعَازِفِ وَ الْمُغَنّيَاتِ، يَخْسِفُ اللهُ بِهِمُ اْلاَرْضَ وَ يَجْعَلُ مِنْهُمُ اْلقِرَدَةَ وَ اْلخَنَازِيْرَ. ابن ماجة 2: 1333، رقم:4020

Dari Abu Malik Al-Asy’ariy, ia berkata : Rasulullah bersabda, “Sungguh ada segolongan dari ummatku yang minum khamr yang mereka menamakannya bukan nama (asli)nya, kepala mereka disibukkan dengan musik dan biduanita. Allah akan menenggelamkan mereka ke dalam tanah dan merubah mereka menjadi kera dan babi”. [HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1333, no. 4020]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله ص: اِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَيَّ اَوْ حُرّمَ اْلخَمْرُ وَ الْمَيْسِرُ وَ اْلكُوْبَةُ. قَالَ: وَ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ. قَالَ سُفْيَانُ: فَسَأَلْتُ عَلِيَّ بْنَ بَذِيْمَةَ عَنِ اْلكُوْبَةِ، قَالَ: اَلطَّبْلُ. ابو داود 3: 331، رقم: 3696

Dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata : Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan kepadaku atau diharamkan (kepadaku) khamr, judi dan Kuubah”. Dan beliau bersabda, “Setiap yang memabukkan adalah haram”. Sufyan berkata : Lalu aku bertanya kepada ‘Ali bin Badzimah tentang arti Kuubah. Ia menjawab, “tambur”. [HR. Abu Dawud juz 3, hal. 331, no. 3696]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمُ اْلخَمْرَ وَ الْمَيْسِرَ وَ اْلكُوْبَةَ وَقَالَ: وَ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ. احمد 1: 350

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada kalian khamr, judi dan Kuubah (tambur), dan beliau bersabda, “Dan setiap yang memabukkan adalah haram”. [HR. Ahmad juz 1, hal. 350]
.
Jadi haramnya musik adalah karena adanya unsur lain yang memabukkan atau melalaikan atau yang merugikan lainnya dan itu dipaketkan dengan huruf WAW.
.
Wallahu a'lam.

“DA’I – DA’I SALAFI MENGHARAMKAN MEMBERONTAK KEPADA PENGUASA YANG TIDAK MENERAPKAN SYARIAT ISLAM DENGAN DALIH MEREKA MASIH SHOLAT”

Feby Jatmiko 

.

Pada 5 Agustus 2018, diantara komentar pro-kontra di facebook atas video Haram  hukumnya mencari-cari kesalahan & kejelekan pemimpinoleh ustadz Badru Salam Feby Jatmiko  menulis: 

.

Maka ini jawabannya :

Pada suatu hari di saat Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah sedang mengobarkan semangat jihad penduduk Syam dalam menghadapi pasukan Mongol dari Yaman di bawah pimpinan Qadzan yang notabene-nya mereka semua telah memeluk Islam.

Maka datanglah beberapa Ulama dari Yaman yang sengaja dikirim oleh Qadzan untuk menghujjah ibnu Taimiyyah. Berkatalah ulama2 ini:

“Wahai Syaikh yg alim, kenapa engkau mengobarkan semangat rakyat untuk memerangi saudara mereka? Bukankah Mongol sudah memeluk islam? Dan kenapa pula engkau menyuruh umat islam memberontak pada pemimpin mereka, bukankah itu ciri ciri khawarij yg memberontak pada Ali? Sebenarnya anda ini ulama terdepan dari mazhab Hanbali. Tapi kenapa pula engkau menyelisi Imam Ahmad, bukankah Imam Ahmad telah melarang rakyat Irak (dahulu) memberontak pada Al Makmun waktu itu?”

Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah menjawab: “Katakan padaku, adakah Al Makmun menetapkan suatu hukum di luar konteks Kitabullah dan Sunnah?”

Ulama – ulama Yaman menjawab: “Demi Allah, Tidak”

Syaikhul Islam bertanya lagi: “Adakah Al Makmun membuat suatu kitab tentang hukum hukum dasar negara dan kehidupan kaum muslimin selain dari apa yg telah ia dapatkan dari kitabullah dan Sunnah..?”

Ulama Yaman menjawab; “Demi Allah, tidak”

Kemudian Beliau bertanya kembali:  “Bila kalian mengakui bahwa Al Makmun tidak pernah membuat suatu hukum yg menyelisihi Al Quran dan Assunnah? Terus kenapa kalian menyamakan Al Makmun yg senantiasa menjaga dan memelihara syariat Allah dan Sunnah Rasulullah dengan seorang Qadzan, raja Mongol yg jelas sudah keterangan dan bukti2 pada kalian bahwa ia telah memperlakukan suatu hukum di luar hukum agama ini yg telah tersusun dlm satu kitab bernama ‘Ilyasiq’..?”

Beliau kemudian melanjutkan:  “Ketahuilah bahwa Imam Ahmad (dahulu) melarang rakyat Irak memberontak pada Al Makmun karena Al Makmun adalah Khalifah yg sah di tunjuk sepeninggal ayahnya Harun, dan ia tidak pernah membuat suatu kerusakan melainkan ia hanya tersesat dan terpelintir dalam akidah Muktazilah yg dengannya menganggap Al Quran itu sebagai Makhluk, sedang ia sendiri sangat menjunjung tinggi apa yg ada dalam kitabullah dan sunnah tanpa ia merobah satupun yg ada di dalamnya melainkan ia selalu menerapkannya dalam kehidupan rakyatnya. Sedangkan sekarang, kerusakan telah meraja lela di muka bumi akibat ulah dari bangsa Mongol yg bengis dan jahil serta mereka berani menetapkan suatu kebijakan (undang – undang hukum buatan) yg mereka paksakan pada kita. Padahal kebijakan yg telah mereka buat sangat jelas menyelisihi apa yg ada dalam kitabullah dan sunnah.

Apa yg menghalangi mereka untuk menerapkan hukum Allah sedang mereka adalah muslim..? Demi Allah tidak lain melainkan mereka sudah di kuasai oleh Iblis si pendurhaka pada Adam untuk menjauhkan dan menyesatkan kita dari agama Allah yg lurus. Karena itulah kita harus melawan kemungkaran ini supaya kemurkaan Allah tidak menimpa kita karena sikap diam kita..”

Setelah mendengar penjelasan Ibnu Taimiyyah, maka Ulama ulama Yaman pun membenarkannya dan mereka pun menetap di Syam tanpa kembali lagi ke Yaman. Bersama sama mereka mengobarkan semangat perang penduduk Syam melawan tentara Mongol hingga akhir nya Allah pun memberi pertolongan pada penduduk Syam dengan kemenangan.

Wallahu’alam bis shawwab..

“Bidayah wa nihayah”

Kamis, 15 Oktober 2020

KHALIFAH UMAR DIPROTES WANITA DI DEPAN UMUM


Seperti diketahui, Umar bin Al Khathab, adalah salah satu sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang berkapasitas sebagai mujtahid. Suatu ketika beliau berpidato di atas mimbar. Setelah memuji Allah, ia berkata. “Ketahuilah, janganlah kalian mempermahal mahar wanita, sebab seandainya hal itu merupakan suatu kehormatan di dunia atau ketaqwaan di sisi Allah, niscaya orang yang paling pertama melakukannya adalah Rasululullah, namun beliau tidak pernah memberikan mahar kepada seorang istrinya dan tidak juga seorang putrinya diberi mahar lebih dari dua belas uqiyyah.”

.

Tak selang berapa lama Umar turun dari mimbarnya. Arahan kalifah yang singkat, padat dan lugas itu mendapat sambutan. Tiba-tiba datang seorang perempuan dari suku Quraisy. Tanpa basa basi wanita itu berkata, “Wahai pemimpin orang Mukmin. Apakah Kitab Allah yang lebih berhak kami ikuti ataukah ucapanmu?” Spontan Umar pun menjawab,  “Tentu al Quran-lah yang lebih berhak dikuti.”

“Apa yang kamu maksudkan?” lanjut Umar.

Wanita itu berkata, “Engkau baru saja melarang untuk memberi mahar yang lebih banyak dari mas kawin Rasulullah. Padahal Allah Ta’ala berfirman,

 وءاتيتم إحداهن قنطارا فلا تأخذوا منه شيئا {٢٠} سورة النساء

“Dan kalian telah memberikan pada salah satu wanita harta yang banyak sebagai mas kawin……….”

Khalifah Umar langsung menerima nasehat wanita Quraisy tersebut. Atas saran atau bahkan bisa dikatakan sanggahan dari seorang perempuan itu khalifah segera menerimanya. Khalifah Umar bin Khattab tidak merasa canggung, tidak malu, tidak gengsi, bahkan Umar berkata:

كل أحد أفقه من عمر

“Setiap orang lebih paham agama daripada Umar,” kata Umar.

 

Ucapan itu dilontarkan Umar dan diulang-ulang dua tiga kali. Ia kembali naik ke atas mimbar lalu berkata, “Hadirin sekalian, aku telah melarang kalian memberi mahar lebih dari mahar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketahuilah bahwa aku cabut pernyatanku. Dan sekarang lakukanlah apa yang maslahat bagi kalian. Aku tidak membatasi. Selama tidak bertentangan dengan syariat.”

.

Sikap yang ditunjukkan oleh Khalifah Umar bin Khattab ini adalah sikap bijak seorang pemimpin yang berpegang teguh terhadap kebenaran. Khalifah Umar tanpa sungkan dan malu menerima pendapat sekaligus kritikan, masukan atau bahkan nasihat dari orang lain di muka umum.

.

Kisah di atas shohih, diriwayatkan Abu Dawud 2106, Nasai 2/87, Timidzi 1/208, Ibnu Hibban 1259, ad-Darimi 2/141, al-Hakim 2/175, al-Baihaqi 7/234, Ahmad 1/40-48, al-Humaidi 23 dari jalur Muhammad bin Sirin dari Abu ‘Ajfa’ dari Umar. Hadits ini dishohihkan oleh Tirmidzi, al-Hakim dan disetujui adz-Dzahabi.

.

Jadi, larangan Umar dari mempermahal mahar sesuai dengan sunnah Nabi. Adapun kisah ini, kalaulah memang shohih maka hal itu tidak bertentangan dengan ayat karena ditinjau dari dua hal:

 Pertama, larangan Umar tersebut bukan bermakna haram tetapi hanya makruh saja.

Kedua, ayat tersebut (Qs. An-Nisa’: 20) berkaitan tentang seorang wanita yang ingin agar suaminya menceraikannya, sedangkan dia telah memberikan kepada sang istri mahar yang banyak. Maka tidak boleh baginya untuk mengambil kembali tanpa kerelaan istri.

Inti dari kisah di atas adalah bagaimana sikap berjiwa besar pemimpin sekaliber Umar bin Khattab. Andai saja para pemimpin negeri ini mau  belajar dari seorang Umar bin Khattab tentang bagaimana cara memimpin. Belajar bagaimana berjiwa besar saat menerima nasihat. Tegas saat melihat yang dipimpin melakukan dosa dan kemaksiatan, tentu akan lahir kedamaian dan kesejahteraan dalam kehidupan ini. Namun, jika para pemimpin sudah tidak lagi bisa menerima kritikan, masukan bahkan nasehat, maka tunggulah perpecahan akan terjadi di mana-mana, wallahua’lam. (A/RS3/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

TAAT KEPADA PEMIMPIN, hadits dhaif (?)

 

ULIL AMRI YANG WAJIB DITAATI ITU MINKUM
Allah Ta’ala berfirman Surah an-Nisa 59

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {59} [النساء]

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada akibatnya” (QS. An Nisa: 59).

.
TAAT KEPADA PEMIMPIN, hadits dhaif (?)
قُلْتُ: فَهَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الْخَيْرِ شَرٌّ؟ قَالَ: «نَعَمْ»، قُلْتُ: كَيْفَ؟ قَالَ: «يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ، وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي، وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ»، قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: «تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ، وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ»
“…..Aku bertanya: “Apakah setelah kebaikan itu terdapat keburukan?” Nabi menjawab: “Ya.” Aku bertanya lagi: “Bagaimana?” Nabi bersabda: “Akan muncul setelahku para pemimpin yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak meneladani sunnahku. Diantara mereka akan ada sekelompok orang yang hati mereka adalah hati setan dalam bentuk fisik manusia.” Aku bertanya: “Apa yang harus aku lakukan wahai Rasulullah jika aku telah menemukan kondisi demikian?” Nabi menjawab: “Engkau tetap mendengar dan taat kepada pemimpin, meskipun punggungmu dipukul dan hartamu diambil, tetaplah mendengar dan taat.”
.
Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1847 dari Hudzaifah bin al-Yaman dari Rasulullah. Ada 2 rawi yang meriwayatkan dari Hudzaifah dalam Shahih Muslim, yaitu Abu Idris al-Khaulani dan Abu Sallam.
.
Permasalahannya adalah pada redaksi terakhir, yakni redaksi Abu Sallam dari Hudzaifah , “Engkau tetap mendengar dan taat kepada pemimpin, meskipun punggungmu dipukul dan hartamu diambil, tetaplah mendengar dan taat.” Sebabnya, Abu Sallam tidak pernah bertemu dengan Hudzaifah. Imam ad-Daruquthni mengatakan: “Hadits ini menurutku mursal. Abu Sallam tidak mendengar dari Hudzaifah maupun dari rekan-rekan Hudzaifah yang berdomisili di Iraq. Sebab Hudzaifah wafat beberapa malam setelah terbunuhnya Utsman.” (al-Ilzamat wa at-Tatabbu I/181).
.
Tapi hadits semacam ini ada pendukungnya: Riwayat Shakhr bin Badr al-Ajaly, dari Subai’ bin Khalid, dari Hudzaifah diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad: 23427, Abu Awanah dalam al-Mustakhraj: 7168, ath-Thayalisi: 443 dengan redaksi: “Jika engkau melihat ada seorang khalifah di bumi pada saat itu, maka lazimilah ia meski ia memukul punggungmu dan mengambil hartamu.”
.
Sedangkan riwayat Nashr bin ‘Ashim dari Subai’ bin Khalid dari Hudzaifah diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad: 23429, al-Hakim dalam al-Mustadrak: 8332 al-Baghawi: 4219, dan Abu Dawud: 4244 dengan redaksi: “Apabila pada saat itu Allah memiliki seorang khalifah di muka bumi yang mencambuk punggungmu dan mengambil hartamu, maka tetaplah lazimi (patuhi) ia.”.
.
Riwayat Nashr ini hampir mirip dengan riwayat Hudzaifah dari Abu Idris dan Abu Sallam. Mengapa? Sebab, yang meriwayatkan dari Nashr ada 2 rawi, yaitu Humaid bin Hilal al-Adawi yang tidak ada sedikit pun memuat redaksi di atas dan Qatadah yang memuat redaksi di atas. Redaksi di atas adalah sanad dari Qatadah, dari Nashr bin Ashim, dari Subai bin Khalid, dari Hudzaifah.
.
TAAT KEPADA PEMIMPIN YANG MENGAMALKAN KITABULLAH

Dari Ummul Hushain radhiallahu’anha, ia berkata:

حججت مع رسول الله حجة الوداع قالت فقال رسول الله قولا كثيرا ثم سمعته يقول
إن أمر عليكم عبد حبشي مجدع أسود يقودكم بكتاب الله فاسمعوا له وأطيعوا

“Aku berhaji Wada’ bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Ketika itu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda tentang banyak hal. Diantaranya beliau mengatakan: “Walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak yang pincang dan hitam, ia memerintah dengan kitabullah, maka mendengar dan taatlah“ (HR. Muslim no. 1838).
.

Sebagian orang melakukan pemberontakan kepada ulil amri Muslim dengan dalih hadits ini. Yaitu mereka berdalil dengan mafhum mukhalafah dari يقودكم بكتاب الله (ia memerintah dengan kitabullah“). Menurut mereka, berarti jika tidak memerintah dengan kitabullah, tidak wajib mendengar dan taat. Ini pemahaman keliru. Kita lihat penjelasan para ulama:

Al Imam An Nawawi mengatakan:

ما دام يقودنا بكتاب الله تعالى ، قال العلماء : معناه ما داموا متمسكين
بالإسلام والدعاء إلى كتاب الله تعالى على أي حال كانوا في أنفسهم وأديانهم
وأخلاقهم ، ولا يشق عليهم العصا ، بل إذا ظهرت منهم المنكرات وعظوا وذكروا

“[selama ia memerintah dengan Kitabullah], para ulama menjelaskan maknanya: selama ia berpegang pada agama Islam dan menyeru kepada Al Qur’an. Bagaimana pun keadaan diri mereka, agama mereka, keadaan akhlak mereka, tetap tidak boleh melepaskan ketaatan. Bahkan, walaupun nampak kemungkaran dari diri mereka. Maka hendaknya mereka dinasehati dan diingatkan” (Syarah Shahih Muslim, 9/47).

As Sindi mengatakan:

وفي قوله يقودكم بكتاب الله اشاره الى أنه لا طاعة له فيما يخالف حكم الله

“Dalam sabda beliau [selama ia memerintah dengan Kitabullah] mengisyaratkan tidak bolehnya taat dalam perkara yang menyelisihi hukum Allah” (Hasyiyah As Sindi, 7/154).

.
Wallahu a'lam

TAAT KEPADA PEMIMPIN, PENYESALAN DI NERAKA

 

.
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا﴿٦٦﴾وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا﴿٦٧﴾رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا
.
"Pada hari ketika wajah-wajah mereka dibolak-balikan di dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allâh dan taat kepada Rasul”. Dan mereka berkata:”Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin kami dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (engkau). Ya Rabb kami, timpakanlah kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar”. [al-Ahzâb66-68].
.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allâh dan ta’atilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allâh (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allâh dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [an-Nisa’ 59]

RASULULLAH DAN PARA SAHABAT BERDEMO?

 

.
Hadits “Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq bin Musa bin Mahran al-Ashbahani (w. 430 H) dalam kitabnya Hilyatu al-Awliyâ’ wa Thabaqât al-Ashfiyâ’ dari Ibn Abbas, ia berkata: Aku bertanya kepada Umar :
.
لِأَيِّ شَيْءٍ سُمِّيتَ الْفَارُوقَ؟ قَالَ: أَسْلَمَ حَمْزَةُ قَبْلِي بِثَلَاثَةِ أَيَّامٍ، ثُمَّ شَرَحَ اللهُ صَدْرِي لِلْإِسْلَامِ… قلت: أَيْنَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟، قَالَتْ أُخْتِي: هُوَ فِي دَارِ الْأَرْقَمِ بْنِ الْأَرْقَمِ عِنْدَ الصَّفَا، فَأَتَيْتُ الدَّارَ… فَقُلْتُ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، قَالَ: فَكَبَّرَ أَهْلُ الدَّارِ تَكْبِيرَةً سَمِعَهَا أَهْلُ الْمَسْجِدِ، قَالَ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ أَلَسْنَا عَلَى الْحَقِّ إِنْ مُتْنَا وَإِنْ حَيِينَا؟ قَالَ: «بَلَى وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّكُمْ عَلَى الْحَقِّ إِنْ مُتُّمْ وَإِنْ حَيِيتُمْ»، قَالَ: فَقُلْتُ: فَفِيمَ الِاخْتِفَاءُ؟ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَتَخْرُجَنَّ، فَأَخْرَجْنَاهُ فِي صَفَّيْنِ، حَمْزَةُ فِي أَحَدِهِمَا، وَأَنَا فِي الْآخَرِ، لَهُ كَدِيدٌ كَكَدِيدِ الطَّحِينِ، حَتَّى دَخَلْنَا الْمَسْجِدَ، قَالَ: فَنَظَرَتْ إِلَيَّ قُرَيْشٌ وَإِلَى حَمْزَةَ، فَأَصَابَتْهُمْ كَآبَةٌ لَمْ يُصِبْهُمْ مِثْلَهَا، فَسَمَّانِي رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمَئِذٍ الْفَارُوقَ، وَفَرَّقَ اللهُ بَيْنَ الْحَقِّ وَالْبَاطِلِ
.
“Karena apa engkau disebut al-Faruq?” Umar berkata: “Hamzah masuk Islam tiga hari sebelumku, kemudian Allah melapangkan dadaku untuk Islam… Aku berkata: “Dimana Rasulullah shallallahu alaihi wassallam?" Saudara perempuanku berkata: “Beliau di rumah al-Arqam bin al-Arqam di bukit Shafa”, maka aku datang ke rumah itu…, lalu aku berkata: “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.” Umar berkata: “Maka orang yang ada di rumah itu meneriakkan takbir sehingga terdengar oleh orang-orang di masjid.” Umar berkata: “lalu aku katakan: “Ya Rasulullah shallallahu alaihi wassallam, bukankah kita di atas kebenaran jika kita mati dan jika kita hidup? Beliau menjawab: “benar demi Zat yang jiwaku ada di genggaman tangan-Nya, sungguh kalian berada di atas kebenaran jika kalian mati dan jika kalian hidup.” Umar berkata: “lalu aku katakan: “lalu kenapa sembunyi? Demi Zat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran sungguh kalian harus keluar. Maka kami keluar dalam dua barisan, Hamzah di salah satunya dan aku di barisan satunya lagi, ia memiliki garam halus seperti tepung, sampai kami masuk ke masjid.” Umar berkata: “lalu aku memandang kepada Quraisy dan kepada Hamzah, maka mereka ditimpa bencana yang semisalnya belum pernah menimpa mereka, maka Rasulullah shallallahu alaihi wassallam pada saat itu menamaiku al-Faruq, dan Allah memisahkan antara yang haq dan yang batil.”
.
Al-Albani menyebut dalil ini mungkar dan didhaifkan oleh kebanyakan ahli hadits. Namun ada dalil lain yang menguatkannya yaitu :
.
1. Hadits shahih dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhayn karya al-Hakim dinyatakan:
.
…عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَرْقَمِ، عَنْ جَدِّهِ الْأَرْقَمِ، وَكَانَ بَدْرِيًّا، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم آوَى فِي دَارِهِ عِنْدَ الصَّفَا حَتَّى تَكَامَلُوا أَرْبَعِينَ رَجُلًا مُسْلِمَيْنِ، وَكَانَ آخِرَهُمْ إِسْلَامًا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، فَلَمَّا كَانُوا أَرْبَعِينَ خَرَجُوا إِلَى الْمُشْرِكِينَ…
Dari Utsman bin Abdullah bin al-Arqam dari kakeknya al-Arqam, dan ia Badriyan, dan Rasulullah saw berlindung di rumahnya di bukit Shafa sampai genap empat puluh orang muslim, dan yang terakhir keislamannya adalah Umar bin al-Khaththab radhiyallâh ‘anhum. Ketika mereka empat puluh orang mereka keluar kepada orang-orang musyrik…
.
Al-Hakim berkata: “ini adalah hadits shahih sanadnya, tetapi al-Bukhari dan Muslim tidak mentakhrijnya” dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
.
2. Thabaqât al-Kubrâ karya Ibn Sa’ad: ia berkata …. dari Yahya bin Imran bin Utsman bin al-Arqam, ia berkata; “aku mendengar kakekku Utsman bin al-Arqam mengatakan:
.
أَنَا اِبْنُ سَبْعَةِ فِي الْإِسْلاَمِ، أَسْلَمَ أَبِيْ سَابِعُ سَبْعَةِ، وَكَانَتْ دَارُهُ بِمَكَّةَ عَلَى الصَّفَا، وَهِيَ الدَّارُ الَّتِيْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكُوْنُ فِيْهَا أَوَّلَ الْإِسْلاَمِ، وَفِيْهَا دَعَا النَّاسَ إِلَى الْإِسْلاَمِ وَأَسْلَمَ فِيْهَا قَوْمٌ كَثِيْرٌ، وَقَالَ لَيْلَةَ الْاِثْنَيْنِ فِيْهَا: “اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ بِأَحَبِّ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ: عُمَرِ بْنِ الْخَطَّابِ أَوْ عَمْرُو بْنِ هِشَامٍ” فَجَاءَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ مِنَ الْغَدِّ بُكْرَةً فَأَسْلَمَ فِي دَارِ الْأَرْقَمِ، وَخَرَجُوْا مِنْهَا فَكَبَّرُوْا وَطَافُوْا الْبَيْتَ ظَاهِرِيْنَ وَدُعِيَتْ دَارُ الْأَرْقَمِ دَارَ الْإِسْلاَمِ…
“Aku anak orang ketujuh di dalam Islam, bapakku masuk Islam sebagai orang ketujuh, rumahnya di Mekah di bukit shafa, dan itu adalah rumah yang Nabi saw ada di situ pada awal Islam, di situ beliau mengajak orang kepada Islam dan di situ banyak orang telah masuk Islam. Beliau pada satu malam Senin berdoa: “Ya Allah muliakan Islam dengan salah satu laki-laki yang lebih Engkau sukai: Umar bin al-Khathab atau Amru bin Hisyam”. Lalu Umar bin al-Khathab datang besoknya pagi-pagi lalu dia masuk Islam di rumah al-Arqam dan mereka keluar dari situ, mereka meneriakkan takbir dan berthawaf mengelilingi baitullah terang-terangan dan rumah al-Arqam disebut Dar al-Islam…”
.
3. Ibn Ishaq berkata di dalam as-Sîrah an-Nabawiyyah:
.
قاَلَ عُمَرٌ عِنْدَ ذَلِكَ: وَاللهِ لَنَحْنُ بِالْإِسْلاَمِ أَحَقٌّ أَنْ نُنَادِيَ… فَلْيَظْهَرَنَّ بِمَكَّةَ دِيْنُ اللهِ، فَإِنْ أَرَادَ قَوْمُنَا بَغْياً عَلَيْنَا نَاجَزْنَاهُمْ، وَإِنْ قَوْمُنَا أَنْصَفُوْنَا قَبِلْنَا مِنْهُمْ، فَخَرَجَ عُمَرٌ وَأَصْحَابُهُ، فَجَلَسُوْا فِيْ الْمَسْجِدِ، فَلَمَّا رَأَتْ قُرَيْشٌ إِسْلاَمَ عُمَرٍ سَقَطَ فِيْ أَيْدِيْهِمْ
“Umar berkata pada saat demikian, “Demi Allah, sungguh kita dengan Islam lebih berhak untuk menyeru… dan sungguh agama Allah akan nampak di Mekah, jika kaum kita ingin zalim terhadap kita maka kita lawan dan jika kaum kita berlaku fair kepada kita maka kita terima dari mereka”. Lalu Umar dan sahabat-sahabatnya keluar dan mereka duduk di Masjid. Ketika Quraisy melihat Islamnya Umar maka jatuhlah (apa yang ada) di tangan mereka.”
.
4. Juga dinyatakan topik dua shaf itu di karya Taqiyuddin al-Maqrizi dalam Imtâ’ al-Asmâ’; dan Husain bin Muhammad ad-Diyar Bakri dalam Tarîkh al-Khamîs fî Ahwâl Anfusi an-Nafîs, dan Muhammad Abu Syuhbah dalam as-Sîrah an-Nabawiyyah ‘alâ Dhaw’ al-Qur’ân wa as-Sunnah, dan Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam ar-Rahîq al-Makhtûm … dan selain mereka.
.