Kamis, 15 Oktober 2020

TAAT KEPADA PEMIMPIN, hadits dhaif (?)

 

ULIL AMRI YANG WAJIB DITAATI ITU MINKUM
Allah Ta’ala berfirman Surah an-Nisa 59

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {59} [النساء]

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada akibatnya” (QS. An Nisa: 59).

.
TAAT KEPADA PEMIMPIN, hadits dhaif (?)
قُلْتُ: فَهَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الْخَيْرِ شَرٌّ؟ قَالَ: «نَعَمْ»، قُلْتُ: كَيْفَ؟ قَالَ: «يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ، وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي، وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ»، قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: «تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ، وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ»
“…..Aku bertanya: “Apakah setelah kebaikan itu terdapat keburukan?” Nabi menjawab: “Ya.” Aku bertanya lagi: “Bagaimana?” Nabi bersabda: “Akan muncul setelahku para pemimpin yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak meneladani sunnahku. Diantara mereka akan ada sekelompok orang yang hati mereka adalah hati setan dalam bentuk fisik manusia.” Aku bertanya: “Apa yang harus aku lakukan wahai Rasulullah jika aku telah menemukan kondisi demikian?” Nabi menjawab: “Engkau tetap mendengar dan taat kepada pemimpin, meskipun punggungmu dipukul dan hartamu diambil, tetaplah mendengar dan taat.”
.
Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1847 dari Hudzaifah bin al-Yaman dari Rasulullah. Ada 2 rawi yang meriwayatkan dari Hudzaifah dalam Shahih Muslim, yaitu Abu Idris al-Khaulani dan Abu Sallam.
.
Permasalahannya adalah pada redaksi terakhir, yakni redaksi Abu Sallam dari Hudzaifah , “Engkau tetap mendengar dan taat kepada pemimpin, meskipun punggungmu dipukul dan hartamu diambil, tetaplah mendengar dan taat.” Sebabnya, Abu Sallam tidak pernah bertemu dengan Hudzaifah. Imam ad-Daruquthni mengatakan: “Hadits ini menurutku mursal. Abu Sallam tidak mendengar dari Hudzaifah maupun dari rekan-rekan Hudzaifah yang berdomisili di Iraq. Sebab Hudzaifah wafat beberapa malam setelah terbunuhnya Utsman.” (al-Ilzamat wa at-Tatabbu I/181).
.
Tapi hadits semacam ini ada pendukungnya: Riwayat Shakhr bin Badr al-Ajaly, dari Subai’ bin Khalid, dari Hudzaifah diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad: 23427, Abu Awanah dalam al-Mustakhraj: 7168, ath-Thayalisi: 443 dengan redaksi: “Jika engkau melihat ada seorang khalifah di bumi pada saat itu, maka lazimilah ia meski ia memukul punggungmu dan mengambil hartamu.”
.
Sedangkan riwayat Nashr bin ‘Ashim dari Subai’ bin Khalid dari Hudzaifah diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad: 23429, al-Hakim dalam al-Mustadrak: 8332 al-Baghawi: 4219, dan Abu Dawud: 4244 dengan redaksi: “Apabila pada saat itu Allah memiliki seorang khalifah di muka bumi yang mencambuk punggungmu dan mengambil hartamu, maka tetaplah lazimi (patuhi) ia.”.
.
Riwayat Nashr ini hampir mirip dengan riwayat Hudzaifah dari Abu Idris dan Abu Sallam. Mengapa? Sebab, yang meriwayatkan dari Nashr ada 2 rawi, yaitu Humaid bin Hilal al-Adawi yang tidak ada sedikit pun memuat redaksi di atas dan Qatadah yang memuat redaksi di atas. Redaksi di atas adalah sanad dari Qatadah, dari Nashr bin Ashim, dari Subai bin Khalid, dari Hudzaifah.
.
TAAT KEPADA PEMIMPIN YANG MENGAMALKAN KITABULLAH

Dari Ummul Hushain radhiallahu’anha, ia berkata:

حججت مع رسول الله حجة الوداع قالت فقال رسول الله قولا كثيرا ثم سمعته يقول
إن أمر عليكم عبد حبشي مجدع أسود يقودكم بكتاب الله فاسمعوا له وأطيعوا

“Aku berhaji Wada’ bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Ketika itu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda tentang banyak hal. Diantaranya beliau mengatakan: “Walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak yang pincang dan hitam, ia memerintah dengan kitabullah, maka mendengar dan taatlah“ (HR. Muslim no. 1838).
.

Sebagian orang melakukan pemberontakan kepada ulil amri Muslim dengan dalih hadits ini. Yaitu mereka berdalil dengan mafhum mukhalafah dari يقودكم بكتاب الله (ia memerintah dengan kitabullah“). Menurut mereka, berarti jika tidak memerintah dengan kitabullah, tidak wajib mendengar dan taat. Ini pemahaman keliru. Kita lihat penjelasan para ulama:

Al Imam An Nawawi mengatakan:

ما دام يقودنا بكتاب الله تعالى ، قال العلماء : معناه ما داموا متمسكين
بالإسلام والدعاء إلى كتاب الله تعالى على أي حال كانوا في أنفسهم وأديانهم
وأخلاقهم ، ولا يشق عليهم العصا ، بل إذا ظهرت منهم المنكرات وعظوا وذكروا

“[selama ia memerintah dengan Kitabullah], para ulama menjelaskan maknanya: selama ia berpegang pada agama Islam dan menyeru kepada Al Qur’an. Bagaimana pun keadaan diri mereka, agama mereka, keadaan akhlak mereka, tetap tidak boleh melepaskan ketaatan. Bahkan, walaupun nampak kemungkaran dari diri mereka. Maka hendaknya mereka dinasehati dan diingatkan” (Syarah Shahih Muslim, 9/47).

As Sindi mengatakan:

وفي قوله يقودكم بكتاب الله اشاره الى أنه لا طاعة له فيما يخالف حكم الله

“Dalam sabda beliau [selama ia memerintah dengan Kitabullah] mengisyaratkan tidak bolehnya taat dalam perkara yang menyelisihi hukum Allah” (Hasyiyah As Sindi, 7/154).

.
Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar